Perbedaan kultur dengan bangsa Melayu seringkali menyebabkan kesulitan bagi orang-orang Belanda. Tidak cuma dalam tata cara makan dan berpakaian, tapi juga dalam cara mandi.
William Basil Worsfold dalam buku klasik “A Visit to Java” (1893) menggambarkan suasana kamar mandi hotel yang ditempatinya di Batavia sebagai berikut:
Sebuah ruangan besar bertembok polos dan berlantai ubin, di dalamnya terdapat gentong besar dimana air diambil dengan menggunakan gayung dan disiramkan ke badan orang yang berdiri di atas kerangka kayu. Air lalu mengalir ke sisi-sisi ruangan, tapi aku tak yakin air itu tak kembali lagi.
Dindingnya kadang dipasangi cermin, dan beberapa hotel melengkapinya dengan pancuran. Tapi umumnya, cuma ada dinding polos dan gentong air besar dari tanah liat seperti yang ada dalam kisah Aladdin dan Empat Puluh Penyamun. Di Singapura pun sama saja.
Pernah ada seorang pelaut yang merasa kebingungan. Ketika ingin mandi dia hanya melihat gentong besar di tengah kamar mandi. Dia menyangka itu adalah bak mandi (seperti bath tub di Eropa). Dia lalu melepas semua bajunya dan masuk ke dalam gentong itu, tapi setelah itu tubuhnya tak bisa keluar. Setelah berkali-kali usahanya gagal, dia pun memutuskan untuk menggulingkan gentong itu ke lantai hingga pecah. Seorang temannya yang tahu kejadian itu lalu mengajarinya cara menggunakan gayung….
Tinggalkan Balasan